Kamis, 16 Juni 2011

Pusat Grosir Surabaya (PGS)

Penduduk Surabaya dan sekitarnya kini bisa menikmati berbelanja di Pasar Grosir Surabaya. Menurut Surya Online tanggal 1 Desember 2007, bangunan ini berdiri di atas tanah seluas 10.000 m2, terdiri dari 8 lantai dengan total 2300 stand. Grup Lamicitra yang menjadi pemilik tempat ini adalah juga pemilik depo peti kemas (PT Wira Tangguh Dharmacitra) dan Hotel Tunjungan.
Dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun kepadatan pengunjung PGS telah melampaui pusat grosir sejenis seperti Jembatan Merah Plaza (JMP) dan Darmo Trade Center (DTC) Wonokromo. Penyebabnya jelas, hijrahnya para pedagang dari Pasar Turi yang telah hangus terbakar ke tempat tersebut. Meski di tengah-tengah kecurigaan bahwa Pasar Turi sengaja dibakar untuk mensukseskan proyek PGS ini, proyek pusat grosir tersebut terus bergulir. Rupanya para pedagang sudah kehabisan stamina dan cadangan uang untuk terus ngotot dan bertahan di Pasar Turi lama. Mungkin mereka berpikir lebih baik melupakan masa lalu dan berusaha lagi mengais rezeki. Hampir semua bedak di PGS ini sudah laku dan dipasangi stiker "Terjual", mulai dari lorong-lorong yang umum dilalui sampai ke lokasi yang di pinggir.
Bagi para pedagang, tempat yang baru ini lebih menguntungkan karena jumlah pembeli tetap banyak, keamanan lebih terjaga, dan penataan ruangan yang lebih baik. Bagi para pembeli pun PGS adalah tujuan berbelanja yang menyenangkan. Tempatnya mudah dijangkau dengan bus umum (kalau tidak salah dari terminal antar kota Bungurasih ongkosnya hanya Rp 3ribu), sudah menggunakan pendingin ruangan, antar lantai dihubungkan dengan eskalator, papan petunjuk cukup banyak, toiletnya bersih, barang-barangnya lengkap dengan berbagai model, dan yang jelas: harganya miring, cocok untuk "kulakan" (artiya: membeli dalam jumlah partai untuk dijual kembali). Ada mushola, tempat makan dengan format pujasera.
Kalau ada yang kurang dari tempat ini yaitu kurang luasnya tempat parkir (kemiringan tanjakan untuk lantai parkir bikin sport jantung) dan tidak adanya ATM (ada sih ATM Mandiri dan BCA di ruko sebelah, tetapi untuk ATM BCA hanya buka di hari & jam kerja sementara ATM Mandiri rusak waktu kami datangi). Kalau boleh usul pasar ini perlu diberi "nama panggilan" untuk memudahkan identifikasi. Kalau kita berselancar di internet, kata kunci "Pusat Grosir Surabaya" tidak langsung memberikan hasil yang pas, beda dengan nama Pasar Klewer atau Pasar Bringharjo. Perlu nama yang unik agar diingat orang dan mudah dijual. Suggestion, anyone?
Sejauh ini aku bukanlah shopping junkies. Jika aku memilih tempat berbelanja, pilihanku biasanya ditentukan oleh 1) kenyamanan, 2) kemudahan pembayaran (credit / debit card, non cash method), baru yang berikutnya: 3) harga. Namun dengan berubahnya kemampuan daya beli (inflasi year to year sudah 8+ %) dan keharusan untuk mengontrol pengeluaran, tidak ada salahnya beralih dari mall ke pusat-pusat grosir semacam PGS ini. Di Tunjungan Plaza minimal kita harus mengeluarkan Rp 100 ribu (untuk bensin, parkir, makan, belanja 1-2 item) sementara di PGS dengan jumlah uang kurang dari itu aku sudah bisa mendapatkan 4 baju tidur untuk Naomi ditambah dua lusin jepit rambut. Lagipula dengan begitu aku bisa kembali ke dunia nyata, ketika uang berharga untuk kebutuhan barang-barang riil, bukannya sekedar gaya hidup.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More